“Haha, dasar lu, mental tempe! Baru begitu aja udah nyerah!”
Pasti pernah (atau mungkin sering dengar pernyataan seperti itu). Yang jadi muncul di benak saya adalah: kira-kira apa yah yang membuat orang Indonesia mengasosiasikan tempe dengan mendatal yang lemah, penakut, dan sebagainya. Apa karena gampang hancur? Kayaknya tahu juga gampang hancur, wong bahannya sama.
Kalau suka nonton film Warkop, sepertinya istilah ini juga sudah tertancap di era tersebut. Berarti era tahun 80-an atau 90-an kali yah.
Mungkin si tempe perlu keadilan yah, hehe. Kalau dilihat dari perspektif lain, ini makanan enak, murah, bergizi, kaya protein nabati, dan mudah didapat lagi di Indonesia. Coba bayangkan, di negara-negara maju, harga tempe bisa jadi melebihi harga daging atau makanan Barat yang lagi hype di Indonesia.
Kalau saya gali lebih dalam, ada pattern serupa yang kita jumpai dengan para ahli, seniman, dan segelintir pengusaha di sini. Banyak yang dihargai lebih mahal di luar negeri dibanding di rumah sendiri, padahal potensinya luar biasa. Jangan-jangan istilah “Mental Tempe” itu jadi sesuatu yang tanpa kita sadari sebenarnya adalah realitas sosial di sekeliling kita.
Mungkin di era modern seperti sekarang, zaman berkembang dan anak-anak mudanya sudah mengalami perubahan nilai. Kita bisa mulai ubah perspektif kita tentang “Mental Tempe” jadi sesuatu yang lebih baik. Siapa tahu dengan perspektif yang berubah, nantinya “Mental Tempe” akan diasosiasikan dengan orang-orang hebat yang bisa membawa value lokal ke arena global.
Hmmm, siapa ‘tahu’ dia ‘tempe’!